Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam


ASAS LEGALITAS

Apabila menghadapi suatu persoalan hukum yang tidak terdapat aturannya, kita harus menetapkannya sebagai kebolehan. Artinya, semua perbuatan atau tidak berbuat atau yang berkaitan dengan suatu barang dianggap sebagai suatu kebolehan yang asli bukan suatu kebolehan yang berasal dari syari’at. Mengerjakan atau meninggalkan perbuatan seperti itu tidak mempunyai konsekuensi hukum tertentu, tanpa membedakan  siapa pelakunya, anak-anak atau dewasa, sehat pikirannya atau terganggu. Semua manusia selama tidak ada ketentuan diberi kebebasan melakukan perbuatan tersebut atau meninggalkan perbuatan tersebut. Oleh Karena itu , dalam menghadapi masalah yantg tidak ada hukum haram, kita harus mengembalikannya pada kebolehan, sebagai suatu kemurahan dari Yang Mahakuasa untuk menghilangkan kesulitan bagi manusia.
Ketentuan di atas dimungkinkan karena adanya aturan pokok
(kaidah ushul) yang menunjukkan hal tersebut:
"Pada dasarnya status hukum segala sesuatu itu diperbolehkan sampai ada dalil (petunjuk) yang menunjukkan keharamannya."

Maksudnya, selama tidak ada ketentuan yang berkenaan dengan masalah tersebut, status hukum masalah tersebut adalah boleh (ibahah, jaiz, atau halal). Dalil tersebut berlaku umum bagi segala sesuatu yang tidak mempunyai ketentuan khusus.
Kebolehan tadi tertuju bagi semua orang, sehat akalnya atau sakit ingatan, telah masuk taklif atau tidak, atau belum masuk taklif. Oleh karena itu, apabila dia mengerjakan atau tidak mengerjakan (meninggalkan) perbuatan tersebut, dia tidak dikenai hukuman samapi hadirnya ketentuan yang menyatakan perbuatan tersebut harus dikerjakan atau harus ditinggalkan. Aturan pokok yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:

“Tidak ada hukuman bagi perbuatan manusia yang berakal sebelum turunnya (sebelum adanya) nash (aturan).”

Jadi, semua perbuatan tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran atau jarimah sebelum nyata-nyata ada aturan (nash atau lainnya) yang berkatian dengan masalah tersebut. Hal ini karena hukuman atau sanksi hukum harus berkaitan dengan aturan atau nash.
Di samping itu, suatu perbuatan  dianggap sebagai suatu jarimah (delik atau tindak pidana) tidaklah cukup hanya  sekadar dilarang peraturan saja. Akan tetapi, bersamaan denganperaturan tersebut disertakan pula, konsekuensi apa yang akan diperoleh kalau seandainya erbuatan itu dikerjakan atau ditinggalkan. Sebab tanpa akibat hukum yang jelas, tanpa sanksi yang jelas yang menyertai peraturan tersebut, pelanggaran terhadap aturan tidak mempunyai arti apapun bagi pelaku. Itu berarti pelakunya tidak dianggap telah berbuat jarimah dan dia tidak dapat dihukum.

Aturan-aturan untuk mengerjakan atau meninggalkan perbuatan tersebut, jauh-jauh sudah diketahui khalayak. Oleh karena itu, harus disebarluaskan, disosialisasikan sehingga khalayak mengetahui adanya peraturan yang mengatakan keharusan untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Tanpa disosialisasikannya peraturan tersebut, mana mungkin khalayak mengetahui aturan dimaksud sehingga hal tersebut rentan terhadap pelanggaran.

Dalam hal ini, Allah sebagai pembuat syari’at (syari’) tidak mengazab suatu bansa, sebelum Allah memberikan pemberitahuan, penjelasan terlebih dahulu peraturan tersebut melalui utusan-utusan Nya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam surat Al Isra, ayat 15 dan surat Al Qashas ayat 59:

Artinya :
“Tidaklah kami mengazab suatu kaum, kecuali kami telah kirim (rasul) sebelumnya.”


Artinya:
“Dan tidaklah Tuhanmu menghancurkan kediamanmu, kecuali Tuhan telah mengutus rasul Nya yang membawa ayat-ayat Tuhan. Dan tidaklah Tuhan menghancurkan kediamanmu, kecuali penduduknya berbuat zalim.” (Q.S. Al Qashash : 59)

Peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh pembuat syari’at tadi, merupakan dasar hukum bagi setiap perbuatan (mengerjakan atau meninggalkan) yang terjadi setelah kehadiran peraturan tersebut. Inilah yang  oleh hukum positif disebut dengan asas legalitas, landasan untuk berpijak dalam mengatasi setiap pelanggaran hukum. Tanpa asas legalitas, setiap perbuatan bebas dari segala macam hukuman.

Asas legalitas telah diterangkan dalam Al Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Itu berarti asas ini dianggap sudah diketahui khalayak, sebab tealh disebarluaskan. Asas ini telah ada jauh sebelum hukum positif yang dipelopori Prancis ketika Negara ini memperkenalkan hal yang sama kepada khalayak ramai melalui dunia perundang-undangan. Oleh karena itu, tidak ada alas an manusia tidak mengetahui hukum menghindar dari ancaman hukuman.

Mengetahui hukum tidaklah diartikan sebagai hafal secara detil tentang pasal-pasal hukum, namun atas dasar bahwa yang bersangkutan mengetahui peraturan tersebut. Oleh karena itu, orang dewasa yang sempurna akalnya dianggap telah mengetahui hukum. Atas dasar ini tidak dapat diterima alas an seorang untuk menghindar dari hukum karena alas an belum mengetahui hukum tersebut. Dalam mengantisipasi hal semacam ini, para ulama membuat suatu aturan:

Artinya:
“Tidak diterima di negeri Islam halangan kebodohan (tidak atau belum mengetahui) hukum-hukum syari’at sebagai alas an (untuk menghindar dari hukum).

Post a Comment for "Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam"