Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah dan Kemajuan Islam di Asia Tenggara

Sejarah dan Kemajuan Islam di Asia Tenggara
Sejarah dan Kemajuan Islam di Asia Tenggara


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam merupakan penduduk mayoritas Asia Tenggara, menurut para ahli, islamisasi di kawasan ini berlangsung secara damai dan melalui proses panjang yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Tidak banyak terjadi penaklukan secara militer, pergolakan politik, atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar negeri. Karena itu, tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan “bilamana”, “mengapa”, “darimana” dan “dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada masyarakat-masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya. Sesungguhnya, kini kita mulai menyadari bahwa proses Islamisasi ini mungkin tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi kawasan ini lebih merupakan suatu proses sinambung yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa depan kita.
Selanjutnya kita dapat memperluas kompleksitas agama di kawasan ini melalui pengamatan bahwa Islam bukanlah agama besar pertama yang tumbuh subur di lahan subur Asia Tenggara. Sejarah agama di kawasan ini sendiri kompleks. Pertama Hindu, kemudian Budha, Islam dan belakangan Kristen, menawarkan model-model yang telah membentuk matriks budaya-agama pribumi selama ribuan tahun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Islam di Asia Tenggara ?
2. Bagaimana Kemajuan Agama Islam di Asia Tenggara ?
3. Bagaimana Modernisasi Islam di Asia Tenggara ?











BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Islam di Asia Tenggara
Sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal, luar biasa galau dan rumit. Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri sebagaimana direfleksikan oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi dan pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi. Mereka pun hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu sama lain.

Di kalangan masyarakat pribumi sebenarnya tidak kurang pula terdapat historiografi berupa hikayat, silsilah, babad, cerita, syair dan lain-lain yang mengungkapkan perkembangan awal Islam diberbagai kawasan Asia tenggara. Namun, para ahli seperti John menilai bahwa kebanyakan literatur melayu seperti itu mempunyai nama yang kurang baik, bukan hanya karena selintas tidak menarik, tetapi bahkan gayanya sulit dijelaskan. Menurutnya, kategori-kategori barat semacam roman, balada, dongeng, kronik (risalah) atau sejarah tidak cukup memadai untuk memberikan kerangka yang jelas mengenai karya-karya melayu ini.

Para pengembara atau wartawan Barat menulis tentang Asia Tenggara, khususnya bukanlah para ahli. Mereka umumnya membuat catatan-catatan berdasarkan kunjungan singkat dan kebanyakan mengamati dari daerah perkotaan, sehingga mereka sebenarnya tidak banyak tahu tentang keadaan nyata penduduk pedesaan, pola-pola sosial mereka dan lain-lainnya.

Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori besar:
1) Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, atau tepatnya
Hadramaut. Teori ini dikemukakan Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang “Mohammedan” di India Timur.

2) Teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan
oleh Pijnapel tahun 1872. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo, dan Ibnu Battuta, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara.

3) Teori Fatimi, menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh). Islam
muncul pertama kali di Semenanjung Malaya, dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka) pada abad ke-11 melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Beberapa ahli sejarawan menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena penafsiranya atas prasasti yang ada dinilai merupakan “perkiraan liar belaka”.[6]

Akhirnya semua teori diatas jelaslah belum final. Meskipun telah banyak sejarahwan yang menulis tentang masalah ini, kesempatan masih tetap terbuka bagi munculya penafsiran-penafsiran baru berdasarkan penelitian atas sumber-sumber sejarah yang ada berdasarkan penelitian dan penulisan lebih lanjut menyangkut sifat penyebaran Islam di kawasan ini.

B. Kemajuan Islam di Asia Tenggara
 Kedatangan Islam sejak abad 7 sampai abad ke-12 di beberapa daerah Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahap pembentukan komunikasi Islam yang terutama terdiri dari para pedagang. Abad ke-13 sampai abad ke-16, terutama dengan munculnya kerajaaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Perlu dibedakan antara tahap kedatangan, penyebaran, dan pembentukan struktur pemerintahan atau kerajaan. Ketiga tahap tersebut memerlukan waktu dan proses yang panjang, tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi Islam.

Apabila gelombang pertama hanya menghasilkan komunitas Muslim yang terutama terdiri dari pedagang Muslim dan penyebaran Islam yang sangat terbatas, pada gelombang kedua, yang dimulai sejak abad ke-13, penyebaran Islam lebih mantab dan meluas. Hal ini bisa dilihat dengan berdirinya kerajaan Islam. Kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara pada abad ke-13 di pesisir utara Aceh Utara, tepatnya di daerah Lhokseomawe. Sejak kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang, yang umumnya diterima para ahli sejarah sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara yaitu sejak abad ke-13 sampai akhir abad ke-16, pelayaran dan perdagangan antara Muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Srilanka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota kerajaan Samudera Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara. Dari sinilah Islam di Asia Tenggara memperlihatkan kemajuan dan perkembangannya.

Telah disepakati bahwa Islam pada mulanya mendapatkan kubu-kubu terkuatnya di kota pelabuhan, seperti Samudra Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lainya di pesisir utara Jawa. Berangkat dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban (perkotaan) dan bahwa peradaban Islam pada hakekatnya adalah (juga) urban. John menyatakan bahwa proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan yang ada. Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan resmi penguasa, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama’ intelektual terkenal semacam Hamzah Fansuri, Shams al-Din Pasai, Nur al-Din al-Raniri, dan ‘Abd al-Ra’uf al-Singkili. Tokoh-totkoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar  negeri, sehingga menunjang pengembangan Islam dan gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawwuf yang berkembang luas di Nusantara. Karakter organis yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum yang terus-menerus bagi pengembangan Islam.

C. Modernisasi Islam di Asia Tenggara
Penyebaran dan pengaruh pembaharuan Islam  modern di Asia Tenggara sejak awal abad ke-20 dipelopori oleh gagasan pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh menjadi lebih tersebar luas di seluruh Dunia Islam, tatkala seorang murid Muhammad Abduh yang bernama Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935) menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah Al-Manar inilah yang secara kongkrit menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, serta berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20.

Tidak diragukan lagi bahwa media cetak merupakan perangkat yang instrumental dalam penyebaran ide-ide kaum pembaru atau moderrnis di Asia Tenggara, terutama di Dunia Melayu-Indonesia. Dalam konteks ini, kita bisa dengan tepat menempatkan jurnal Al-Manar yang secara signifikan memengaruhi wacana pembaruan Islam. Jurnal ini tidak hanya memengaruhi secara langsung penyebaran pembaruan Islam lewat artikel-artikelnya, tetapi yang tak kurang pentingnya juga merangsang penerbitan jurnal dengan semangat yang sama di Asia Tenggara, terutama di kawasan Melayu-Indonesia.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal, luar biasa galau dan rumit. Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri sebagaimana direfleksikan oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi dan pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi. Mereka pun hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu sama lain.

Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori besar:
Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, atau tepatnya Hadramaut.
Teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel tahun 1872.
Teori Fatimi, menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh).
Sejak kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang, yang umumnya diterima para ahli sejarah sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara yaitu sejak abad ke-13 sampai akhir abad ke-16, pelayaran dan perdagangan antara Muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Srilanka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota kerajaan Samudera Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara. Dari sinilah Islam di Asia Tenggara memperlihatkan kemajuan dan perkembangannya.










DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra.1999. Renaisans Islam Asia Tenggara. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Saifullah.2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azyumardi Azra.1989. Perspektif Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Post a Comment for "Sejarah dan Kemajuan Islam di Asia Tenggara "