Macam-macam dan Sifat Pencurian dalam Hukum Islam
![]() |
Macam-macam dan Sifat Pencurian dalam Hukum Islam |
Agama islam melindungi harta karena harta merupakan bahan pkokk untuk hidup. Islam melindungi hak individu manusia sehingga hak milik tersebut benar-benar merupakan hak milik yang aman. Dengan demikian, islam tidak menghalalkan seseorang merampas hak milik orang lain dengan dalih apapun. Islam telah mengharamkan mencuri, menga-ghasab, mencopet korupsi, riba, menipu, mengurangi timbang, menyuap,dan sebagai nya. islam menganggap semua perbuat atan yang mengambil hak orang lain dengan dalih kejahatn sebagai perbuatan yang batal. Memakan hak milik oaring lain berarti memakan barang haram.
Islam memberi hukuman berat terhadap perbuatan mencuri, yaitu hukuman potong tangan atas pencurianya. Dalam hukuman ini terdapat hikmah yang jelas, bahwa tangan yang berkhianat dan mencuri merupakan organ yang sakit. karena itulah, tangan tersebut harus di potong agar tidak menural kepada organ lain sehingga jiwanya bisa selamat. Pengorbanan salah satu organ demi keselamatan jiwa merupakan hal yang dapat diterima pleh agama dan rasio.
Hukuman potong tangan dapat dijadikan peringatan bagi orang yang dalam hatinya tersisat niat hendak mencuri harta orang lain. Dengan demikian, ia tidak berani menjulurkan tangannya untuk mengambil harta orang lain. Dengan demikian pula, harta manusia dapat dijaga dan dilindungi.
Firman Allah SWT. Menyebutkan:
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Q.S. Al-Maidah: 38)
Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi (tidik terang-terangan) terhapad harta yang seharusnya. Jadi, ciri utama pencurian adalah caranya terang-terangan, barangnya tersimpan rapi, dan ditempat yang dipandang aman oleh pemiliknya, serta barang yang sebaiknya dijaga oleh pencuri.
Dalam AL-qur’an disebutkan:
Kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu Dia dikejar oleh semburan api yang terang. (Q.S. Al-Hijr: 18)
Mendengarkan suara sembunyi-sembunyi dinamakan mencuri suara. Dalam kamus dijelaskan bahawa mencuri adalah dating dengan sembunyi-sembuyi untuk mengambil barang orang lain dari tempat penyimpanannya
Menurut Ibnu Arafah, “pencuri” menurut orang arab adalah orang yang datang dengan sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk mengambil isinya.
Dengan demikian, mencuri mengandung 3 unsur, yaitu:
- Mengambil milik orang lain
- Mengambil secara sembunyi-sembunyi
- Milik orang lain ada di tempat penimpanan
Jadi, apabila barang yang di ambil bukan milik orang lain, cara mengambilnya terang-terangan, atau barang yang diambil berada tidak pada tempat penyimpanan, pelakunya tidak dijatuhi hukuman potong tangan.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Shihab Al-Azhari, ia berkata, “pada suatu saat Marwan bin Hakam didatangi seorang yang telah mencopet barang dan meminta tangannya untuk dipotong. Akan tetapi, Marwan bin Hakam mengutuskan utusan kepada Zaid bin Tsabit untuk menanyakan hal ini . Zaid berkata,”Tidak ada hukuman potong tangan dalam kasus pencopetan.” Keterangan ini diriwayatkan Malik dalam kitab muwaththa.
Kejahatan pencurian tidak biasa disamakan dengan kasus pencopetan dan perampasan karena perampasan adalah mengambil harta secara terang-terangan. Hal ini memungkinkan kepada orang lain untuk menolong melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Adapun pencopetan adalah tindakan mengambil harta orang lain pada saat lengah. Jadi, cara mengatasi pencopetan dan mawas diri dari kejahatan agak mudah. Dengan demikian, pencuri tidak disamakan dengan perampasan dan pencopetan.
B. Mengingkari barang pinjaman
Mengingkari barang pinjaman merupakan hal yang meragukan, apakan termasuk mencuri atau tidak. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukumannya. Jumhur mengatakan bahwa orang yang mengkari pinjaman barang tidak di potong tangannya. Al-Quar’an dan hadist hanya mewajibkan hukuman ptong tangan atas pencuri, sedangkan orang yang mengingkari barang pinjaman bukan pencuri.
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa mengingkari barang pinjaman termasuk pencuri. Dalam kitab Al-raudhah dijelaskan, pengingkaran barang pinjaman apabila tidak dikatagorikan pencuri secara bahasa, ia termasuk pencurian secara syara’, harus lebih didahulukan daripada bahasa.
Selanjutnya, Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa hikmah dan memasukkan pengingkaran barang pinjaman kepada golongan pencuri sudah jelas. Pinjaman-meminjam adalah kebutuhan manusia. Bahkan, apabila dalam keadaan darurat dan memaksa, meminjamkan itu menjadi wajib, baik seacra gratis maupun menyewa. Peminjaman tidak bisa di saksikan setiap saat. Selain itu, pinjam-meminjam tidak dapat lagi di elakkan, baik secara adat maupun syara’. Dengan demikian, tidak ada perbedaan di antara mencuri dengan meminjam, tetapi mengingkarinya. Mengingkari barang pinjaman tidak bisa disamakan dengan mengingkari barang titipan. Hal ini karena masalah pengingkaran barang titipan terdapat unsur gegabah dari penitip dalam memercayai orang yang di titipi.
Dengan demikian, sifat-sifat yang dapat dianggap sebagai mencuri adalah adanya pencuri, barang yang di curi, dan tempat penyimpanan barang yang dicuri. Ketiga komponen itu memiliki sifat-sifat yang jelas sehingga perbuatan mencutri harus di had. Hikmah hukumanpotong tangan bagi pencuri agar jera melakukan kembali, dan bagi yang lain menjadi pelajaran yang menakutkan, sehingga tidak terdorong hawa nafsunya melakukan pencurian.
C. Macam-macam dan Sifat Pencurian
Pencurian itu ada dua macam, yaitu pencurian yang harus dikenakan sanksi dan pencuri yang harus dikenai had. Pencurian yang harus dikenai sanksi adalah pencurian yang syarat-syarat penjatuhan hadnya tidak lengkap. Jadi karena syarat-syarat penjatuhan had-nya belum lengkap, pencurian tidak dikeani had, akan tetapi dikenai sanksi. Rasulullah SAW telah memberi putusan dengan melipatgandakan tanggungan atas orang yang mencuri barang, yang pencurinya tidak di hukum potong tangan. Putusan Rasulullah SAW. Itu telah dijatuhkan atas pencuri buah-buhan yang masih bergantung di pohon dan pencuri lkambing yang ada pada tempat pengembalaan.
Pada kasus pencurian buah-buhan yang masih tergantung di pohon, Rasulullah SAW telah membebaskan hukuman potong tangan atas pencuriannya. Pencuri yang hanya memakan buah tersebut tenpa membawa pulang. Sedangkan ia membutuhkan buah itu, ia tidak dikenai hukuman apapun. Akan tetapi bagi pencuri yang membawa buah-buahan, dikenai tangungan buah-buahan dua kali lipat dari yang dicuri, dan ia dikenai hukuman. Kemudian, orang yang mencuri buah-buahan dalam tempat nya, hukumannya potong tangan apabila buah-buahan yang di curi sampai pada satu nisab.
Pada kasus tempat pengembalaan, Rasulullah SAW. Memberi putusan dengan tanggungan harga kambing yang dicuri itu dua kali lipat atas diri pencuri. Selain itu, pencuri tersebut dipukul sebagai peringatan baginya dan orang lain. Rasulullah SAW. Juga memberi putusan terhadap kasusu pencurian kambing dari kandangnya dengan hukuman potong tangan apabila yang dicuru telah sampai satu nisab. Semua keterangan Rasulullah SAW. Di riwayatkan oleh Ahmad, Nasa’I, dan Hakim.
Pencuri yang hukumannya had ada dua macam, yaitu:
- Pencuri shughra, yaitu pencuri yang hanya wajib dikenai hukuman potong tangan
- Pencuri kubra, yaitu pencuri harta secara merampas dan menantang, disebut juga hirabah.
Sifat-sifat yang bisa dianggap pencuri yang harus di-had adalah sebagai berikut:
1. Orang yang mencuri itu mukhalaf.
2. “Islam” bukan menjadi syarat bagi pencuri untuk dijatuhkan hukuman had. Untuk kafir dzimmi atau orang murtad mencuri, harus di potong tangan, sebagai mana orang islam potong tangan apabila mencuri barang milik kafir dzimmi.
3. Perbuatan mencuri atas kehendak sendiri.
4. Pencuri tidak ada hak syubhat terhadap barang yang di curinya. apabila mempeunyai syubhat terhadap barang yang di curinya, ia tidak bisa di potong tangan.
Apabila ada orang mencuri harta orang lain yang masih ada hubungan Rahim, seperti paman dan sebagainya, imam Abu Hanifah dan Tsauri mengatakan bahwa orang tersebut tidak dapat dikenai hukuman potong tangan. Jika ia di potong tangan nya, hal ini akan memutuskan hubungan rahim. Ia mempunyai hak untuk masuk ke rumah orang yang masih ada hubungan rahim itu. Hak itu merupakan izin dari pemilik rumah. Apabila demikian barang-barang dalam rumah itu menjadi idak terjaga dari pencuri di tempat penyimpanannya. Padahal, mencuri adalah terjaganya barang yang dicuri dari pencuri dan berada pada tempat penyimpanannya.
Sifat-sifat yang bisa di anggap sebagai barang curian yang dikenai hukuman potong tangan adalah sebagai berikut:
1. Barang curian tersebut berharga, bisa di pindah-milikkan kepada orang lain, dan halal dijual. Dengan demikian, pencuri arak dan babi tidak dikenai hukuman potong tangan, meskipun arak dan babi tersebut milik kafir dzimmi karena memiliki dan memanfaatkan arak adan babi, baik muslim maupun kafir dzimmi diharamkan allah. Begitu pula, tidak dipotong tangannya orang yang mencuri alat music, seperti suling, gitar, dan piano karena alat-alat itu tidak boleh digunakan menurut mayoritas ahli ilmu. alat-alat tersebut tidak ada harga karena tidak halal di jual. Adapun ulama yang memboleh kan alat-alat musik, telah sekapan tengan pendapat di atas, yaitu pencuriannya tidak dikenai hukuman potong tangan. Alasannya ada syubhat, sedangkan syubhat dapat menggugurkan had.
Pencuri budak kecil yang belum mumayyiz harus dihukum potong tangan karena budak adalah harta yang bisa digunakan. Adapun pencuri budak yang sudah mumayyiz tidak dihukum potong tangan. Walaupun budak tersebut dapat diperjualbelikan, ia punya potensi untuk menghindari pencurian terhadap dirinya.
2. Termasuk sifat-sifat yang bisa dianggap sebagai barang curianuntuk dikenai hukum potong tangan adadlah barang curian yang mencapai satu nisab. Jadi, satu nisab itu yang harus di buat standar minimal untuk menegakkan had dan barang tersebut harus masuk barang yang berharga yang dibutuhkan manusia.
Jumhur ulama berpendapat hukum potong tangan tidak bisa di tegakkan, kecuali dalam pencurian seperempat dinar emas, tiga dirham perak, atau barang yang sebanding dengan harga seperempat dinar emas atau tiga dirham perak. Jadi, yang di buat satu nisab adalah jumlah harga yang mencapai nilai seperempat dinar emas atau tiga dirham perak. Aisyah meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah SAW. Menjatuhkan had potong tangan atas pencurian atas pencuri seperempat dinar ke atas, dan tidak di potong tangan pencuri, kecualai mencuri seperempat dinar ke atas. (H.R.Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah)
Ada lagi hadis dengan sanad Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW. Menjatuhkan had potong tangan kepada pencuri perisai yang sangat beharga tiga dirham. Menurut Ahnaf, satu nisab dalam pencurian yang dihukum potong tangan adalah sepuluh dirham ke atas. Jadi pencuri barang yang seharga di bawah harga sepuluh dirham tidak dikenai hukuman potong tangan. Ini berdasarkan keterangan yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Thahawi, dan Nasa’I dari Ibnu Abbas dan Amru bin syu’aib, ia dari bapaknya dari kakeknya, bahwa harga perisai adalah sepuluh dirham.
Dari Imam Malik ldan Ahmad diperoleh sumber dan riwayat bahwa satu nisab dalam pencurian yang harus dihukum potong tangan adalah tiga dirham atau seperempat dinar, atau barang yang sebanding dengan harga tiga dirham atau seperempat dinar.
Untuk mentukan satu nisab dalam pencurian, barang curian harus dihargakan dengan harga yang berlaku ketika kasus pencurian terjadi. Demikian Imam Malik, pngikut imam syafi’i, pengikut Imam Hambali. Adapun menurut Imam Abu Hanifah, barang curian dihargakan ketika pencurinya di jatuhi hukuman potong tangan.
Semua ulama fiqh telah sepakat apa bila ada Jemaah mencuri sejumlah harta yang sebagian setiap Jemaah mencapai satu nisab, semua anggota Jemaah harus di jatuhi hukuman potong tangan. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat apabila jumlah harta yang dicuri Jemaah mencapai nisab, tetapi setelah di bagi-bagikan ternyata bagian setiap Jemaah tidak sampai satu nisab. Masalah ini, jumhur ulama fiqh berpendapat semua anggota Jemaah tetap dikenai hukuman potong tangan, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa semua anggota Jemaah bebas dari hukuman ptong tangan sehingga bagian mereka mencapai satu nisab.
Baca juga: "Ketentuan Hukuman Pencurian dalam Hukum Islam"
D. Sifat-sifat tempat penyimpanan barang yang dicuri
Tempat penyimpanan dan penjagaan barang yang dicuri adalah tempat penyimpanan yang semestinya untuk menjaga barang. Contoh nya rumah, took, kandang, dan sebagainya. Jumhur ulama fiqh mengatakan bahwa masalah tempat penyimpanan dan penjagaan barang yang dicuri turut pula menentukan had mencuri menjatuhkan atas pencurinya atau tidak. Akan tetapi, ada sekelompok ulama fiqh yang mengatakan bahwa masalah penjagaan dan penyimpanan barang yang dicuri tidak turut menentukan had mencuri dijatuhkan atas pencuriannya atu tidak. Jadi, adanya tempat penyimpanan atau penjagaan, had tetap dilaksanakan. Hal ini karena secara zhahir, masalah itu tidak disebut dalam ayat mengenai mencuri, yaitu ayat:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Maidah: 38)
Tempat penjagaan dan penyimpanan itu berbeda-beda menurut jenis barang nya. untuk mengetahuinya, kita harus mengembalikannya pada kebiasaan. Hal ini karenan terkadang ada sesuatu yang pantas menjadi tempat penjagaan dan penyimpanan pada suatu saat dan tidak pantas pada suatu saat lain. Rumah menjadi tempat penjagaan dan penyimpanan harta benda rumah. Tempat pengeringan buah-buahan menjadi tempat penjagaan dan penyimpanan buah-buahan.
Para ulama fiqh mensyaratkan bhwa bagi orang yang tidur, hartanya harus ada di sebelahnya atau kepalanya. Mereka mendasarkan pendapatannya pada hadis yang dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Maja, Nasa’i, dan Hakim daru Sufwan bin Umayyah. Ia berkata, “ aku pernah tidur di masjid di atas khasmishahku. Kemudian khasmishah tersebut dicuri. Aku menagkap pencurinya dan melaporkan kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. Menyuruh agar pencuri tersebut dihukum potong tangan. Aku segera berkata, “ya Rasulullah, aku menghargai khasmishah tersebut tigapuluh dirham. Dan harga sejumlah itu kuberikan kepadanya!” Rasulullah SAW. Berkata,” mengapa tidak dari tadi, sebelum kamu dating kepada ku?”
Masjid juga merupakan tempat penjagaan dan penyimpanan terhadap barang yang sudah biasa disimpan di masjid, seperti tikar, lampu, dan sebagainyan. Rasulullah pernah menjatuhkan hukuman potong tangan atas orang yang mencuri kancing pintu itu seharga 3 dirham. Hadis dikeluarkan olehAhmad, Abu Dawud, dan Nasa’i.
Pengikut Imam Syafi’I berbeda pendapat dengan pendapat dalam masalah lampu dan tikar di masjid. Pengikut Imam Syafi’fi mengatakan, pencuri lampu dan tikar di masjid tidak di jatuhi hukam potong tangan karena lampu dan tikar disediakan untuk kepentingan orang islam. Tentu pencurinya (apabila islam) juga mempunyai hak terhadap tikar dan lampu masjid itu, kecuali pencuri itu orang kafir dzammi, ia harus di jatuhi hukuman potong tangan. Hal ini karena kafir dzimmi tidak mempunyi ha katas lampu dan tikar dimasjid.
E. Tharrar (mencopet) dan Pencurian di Rumah
a). Tharrar
Para ulama berpendapat mengenai tharrar. Imam Malik, Auza’I, Abu Tsaur, Yakub, Hasan, dan Ibnu Mundzir berpendapat bahwa tharrar harus dihukum potong tanagn, baik baik memasukkan tangan nya ke kantong orang lain dan mencuri barang atau menyobek kantong orang lain dan mengambil batrangnya yang tumpah.
Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan, dan Ishak mengatakan, apabila dirham-dirhamnya disimpan di luar kantong, kemudian dicuri oleh tharrar, tharrar tersebut tidak bisa di jatuhi hukuman potong tangan. Akan tetapi, apabila dirham-dirhamnya disimpan dalam kantong kemudian tharrar memasukkan tangan nya ke kantong itu untuk mencuri dirham, tharrar tersebut dijatuhi hukuman potong tangan.
b). Pencuri dirumah
Para ulama fiqh sependapat bahwa rumah bukan merupakan tempat penyimpanan dan penjagaan, kecuali pintu tertutup, sebagai mana para ulama bersepakat bahwa orang yang mencuri barang dari rumah pridadi milik seseorang tidak di jatuhi hukuman potong tangan kecuali ia telah keluar dari rumah itu. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat dalam beberapa masalah yang dituturkan oleh perangarang kitab Al-Ifshah Al-Maani Al-shihah.
Para ulama juga berbeda pendapat mengenai orang yang masuk ke rumah orang lian dan mendekatkan barang curian kelubang galian, kemudian temannya yang ada diuar mengeluarkan dan memasukkan tengan lewat lubang galian itu untuk mengambil dan mengeluarkan barang curian dari rumah. Abu hanafiah mengatakan, mereka tida ada yag akan dikenai hukuman potong tangan. Adapun yang mendekatkan barang kelubang galian, para sahabat masih berbeda pendapat dikanai hukuman potong tangan atau tidak.
Imam syafi’i mengatakan, hukuman ptong tangan hanya dikenakan kepada orang yang mengeluarkan barang dari rumah. Imam Ahmad mengatakan, kedua-duanya dikenakan hukuman potong tangan.
F. Pelaksanaan Had Mencuri
Menurut malik, pengikut Imam syafi’I, dan Ahnaf, had mencuri tidak dilaksanakan, kecuali bila pihak yang dicuri menuntut. Had bisa dilaksanakan bila ada dua orang saksi adil yang menyatakan bahwa orang yang akan di-had benar-benar mencuri, atau orang yang akan di-had mengaku bahwa ia telah mencuri. Pengakuannya cukup sekali karena nabi Muhamad SAW. telah menjatuhkan hukuman potong tangan atas pencuri perisai dan selendang milik Sofyan. Adapun dalam penjatuhan hukuman ini tidak didapat sumber yang mangatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. menyuruh agar pencuri tersebut mengaku terlebih lebih dari satu kali.
Akan tetapi, Imam Ahmad, Ishak, dan Ibnu Abi Laila berpendapat bahwa pengakuan mencuri yang dapat dikenai had harus dua kali. Jika ada seorang pencuri mengaku bahwa yang diambinya dari tempat penyimpanan itu miliknya, sedangkan ada bukti bahwa ia adalah pencuri barang yang mencapai satu nisab dari tempat penyimpanannya, Imam Malik mengatakan,”Ia wajib dihukum potong tangan, bagaimanapun pengakuannya.” Akan tetapi, Imam Syafi’i dan Abu Hanifah mengatakan ia tidak dikenai hukuman potong tangan. Pencuri seperti ini oleh Imam Syafi’i dinamakan pencuri yang licik.
Jika sudah jelas bahwa perbuatan mencuri telah dilakukan oleh seseorang, had wajib ditegakkan. Pencuri harus dipotong pergelangan tangan kanannya. Karena ada firman Allah SWT. menyatakan:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Maidah: 38)
Hukuman potong tangan tidak boleh diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan, dan tidak boleh ditunda. Kemudian, apabila mencuri lagi, hukumannya adalah dipotong pergelangan kaki kirinya. Selanjutnya, apabila mencuri lagi, para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah mengatakan harus dipenjara dan diberi sanksi. Imam Syafi’i mengatakan dikenai hukuman potong tangan kirinya. Kemudian, apabila masih mencuri lagi, hukumannya adalah kaki tangannya dipotong. Apabila masih mencuri lagi, hukumannya dipenjara dan diberi sanksi.
Tangan pencuri setelah dipotong harus diusahakan agar tidak banyak mengeluarkan darah. Jika banyak mengeluarkan darah, keselamatannya terancam dan bisa menyebabkan mati. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. pernah didatangi seorang pencuri kain selimut. Para sahabat berkata,”Ya Rasuliullah, laki-laki itu pencuri!” Rasulullah SAW menjawab,”Ah, kukira dia tidak mencuri!” Pencuri itu berkata, “Betul, ya Rasulullah, aku telah mencuri!” Perintah Rasululla kepada sahabat,”Bawa pergi laki-laki ini dan potong tangannya, usahakan agar darahnya tidak banyak keluar. Setelah itu, bawalah dia kemari!” Maka laki-laki yang mencuri itu pun dipotonh tangannya. Laki-laki itu dibawa kembali kepada Rasulullah SAW. Rasulullah berkata kepada laki-laki yang mencuri itu,”Bertobatlah kepada Allah!” Laki-laki itu menjawab,”Aku telah bertobat kepad Allah.” Rasulullah SAW. berkata,”Allah juga telah memberi ampunan kepadamu!” (H.R. Daruquthni, Hakim, Baihaqi dan dibenarkan oleh Ibnu Qattan)
Sebagai pelajaran bagi yang lain, seteleh pencuri dipotong tangannya, ia dikalungi dengan potongan tangannya. Sebagaimana ada hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Muhairiz, ia berkata,“Aku bertanya kepada Fadhalah tentang pengalungan potongan tangan pencuri pada lehernya. Adakah ia termasuk sunnah nabi?” Fadhalah menjawab,”Pernah seorang pencuri dibawa kepada Rasulullah lalu berliau menjatuhkan hukuman potong tangan kepad pencuri tersebut. Setelah itu, nabi Muhammad SAW. menyuruh agar potongan tangan itu pun dikalungkan pada pencuri tersebut.” (H.R. Abu Dawus, Nasa’i, dan Tirmidzi)
Imam Syfai’i, Ahmad dan Ishak berpendapat bahwa jika barang yang dicuri masih ada pada pencuri, barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Karena Rasulullah SAW. telah bersabda,”Merupakan suatu kewajiban bagimu untuk mengembalikan harta yang kau curi dan yang masih ada padamu.”
Apabila barang curian itu rusak di tangan pencuri, pencurinya harus menanggung ganti barang tersebut. Pencuri itu pun dikenai hukuman potong tangan. Hal ini karena tanggungan ganti barang merupakan hak manusia, sedangkan hukuman potong tangan merupakan hak Allah. Oleh sebab itu, kedua-duanya harus dituntut atas pencuri.
Abu Hanifah mengatakan bahwa apabila barang curian itu rusak di tangan pencuri, pencurinya tidak menanggung ganti barang tersebut. Hal ini karena tanggungan ganti barang dan hukuman potong tangan tidak bisa dibebankan semua kepada pencuri. Selain itu, Alllah hanya menuturkan hukuman potong tangan dalam ayat, tidak menuturkan tanggungan ganti barang yang dirusak pencurinya. Imam Malik dan sahabatnya mengatakan, apabila barang curian itu rusak, pencurinya wajib menanggung ganti barang tersebut apabila ia kaya. Akan tetapi, bagi orang miskin, tidak wajib menanggung ganti barang tersebut.
Post a Comment for "Macam-macam dan Sifat Pencurian dalam Hukum Islam"
Berikan Saran beserta komentar.