Delik ITE Dalam Hukum Pidana Islam (Defecting)
![]() |
Delik ITE Dalam Hukum Pidana Islam (Defecting) |
PENGERTIAN
Dalam undang-undang tersebut, pada Pasal 30, dinyatakan tentang perbuatan atau tindakan yang dilarang:
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal di atas (ayat 1 sampai 3) menjelaskan tentang larangan mengakses sistem orang lain secara tidak sah. Tindakan ini dilarang karena ia merupakan langkah awal dalam kejahatan defacting, yakni memasuki sistem orang lain atau melakukan hacking.
Sementara itu, Pasal 32 ayat (1) menjelaskan lebih lanjut tentang berbagai tindakan yang masuk kategori defecting, yakni:
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Pasal tersebut menerangkan bahwa memodifikasi terhadap suatu website atau masuk dalam kategori data interference merupakan perbuatan yang dilarang. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa defacing dilakukan dengan dua tahap, yakni melakukan hacking dan selanjutnya adalah memodifikasi website.
KESIMPULAN
Defecting merupakan salah satu bentuk kejahatan dunia maya yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab dan telah banyak yang menjadi korbannya. Untuk menghindari dan mencegah semakin berkembangnya kejahatan di dunia maya dan untuk melindungi masyarakat, maka pemerintah Indonesia pada tahun 2008 telah membuat aturan hukum dalam bentuk undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi Teknologi dan Elektronik).
Dalam undang-undang tersebut, kejahatan defecting diatur dalam beberapa Pasal, di antaranya Pasal 30 dan 32 yang menjelaskan tentang makna dan cakupan defecting, dan Pasal 46 dan 48 yang mengatur tentang bentuk hukuman pidana bagi pelaku defecting.
Dalam hukum Pidana Islam (fiqih jinayah), defecting bisa dikategorikan sebagai jarimah ta’zir, yakni suatu bentuk kejahatan yang sanksi hukumnya tidak disebutkan secara langsung oleh nash Al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh karena itu, sanksi atau hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir ini ditentukan oleh penguasa atau hakim. Dalam hal ini hakim memiliki kekuasaan penuh untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Meski demikian, hukuman tersebut harus senantiasa didasarkan pada upaya untuk mewujudkankeadilan serta dalam kerangka menciptakan kemaslahatan bersama.
Secara substansi, kebijakan hukuman dalam hukum pidana Indonesia dan fiqih jinayah (hukum pidana Islam) mempunyai semangat dan tujuan yang sama, yaitu upaya melakukan pencegahan dan penangkalan terhadapsemua bentuk kejahatan, termasuk kejahatan defecting, agar tidak semakin menyebar dan berkembang secara luas. Kedua sistem hukum tersebut juga
sama-sama bertujuan menciptakan keadilan dan kebaikan (kemaslahatan) bagi sesama manusia. Selain itu, hukuman di dalam kedua sistem hukum tersebut juga tersimpan semangat (tujuan) untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan. Dengan demikian, perilaku atau tindak kejahatan diharapkan akan bisa diminimalisir.
Post a Comment for "Delik ITE Dalam Hukum Pidana Islam (Defecting)"
Berikan Saran beserta komentar.