Pengertian Jinayah dan Jarimah
A. PENGERTIAN JINAYAH DAN JARIMAH
Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan kepada sesamanya, baik pelanggaran atau kejahatan tersebut secara fisik atau non fisik, seperti membunuh, menuduh atau memfitnah maupun kejahatan terhadap harta benda dan lainnya, dibahas dalam jinayah.
Dalam kitab-kitab klasik, pembahsan masalah jinayat ini hanya dikhususkan pada perbuatan dosa yang berkaitan dengan sasaran (objek) badan dan jiwa saja.
Adapun perbuatan dosa selain sasaran badan dan jiwa, seperti kejahatan terhadap harta, agama, Negara dan lain-lain tidak termasuk dalam jinayat, melainkan dibahas secara terpisah-pisah pada berbagai bab tersendiri. Ulama-ulama Muta’akhirin menghimpunya dalam bagian khusus yang dinamai Fiqih Jinayat, yang dikenal dengan istilah Hukum Pidana Islam. Di dalamnya terhimpun pembahasan semau jenis pelanggaran atau kejahatan manusia dengan berbagai sasaran badan, jiwa, harta benda, kehormatan, nama baik, negara, tatanan hidup, dan lingkungan hidup.
Pembahasan terhadap masalah yang sama dalam ilmu hukum, yaitu Hukum Pidana yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, strafrecht. Buku atau kitab yang memuat rincian perbuatan pelanggaran atau kejahatan dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan tersebut dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam mempelajari fiqih Jinayah, ada dua istilah penting yang terlebih dulu harus dipahami sebelum mempelajari materi selanjutnya.
Pertama adalah istilah jinayah itu sendiri dan kedua adalah jarimah. Kedua istilah ini secara etimologis mempunyai arti dan arah yang sama. Selain itu, istilah yang satu menjadi sinonim bagi istilah lainnya atau keduanya bermakna tunggal. Walaupun demikian, kedua istilah berbeda dalam penerapan kesehariannya. Dengan demikian, kedua istilah tersebut harus diperhatikan dan dipahami agar penggunaanya tidak keliru.
Jinayah artinya perbuatan dosa, perbuatan salah atau jahat. Jinayah adalah masdar (kata asal) dari kata kerja (fi’il madhi) janaa yang mengandung arti suatu kerja yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah. Pelaku kejahatan itu sendiri disebut dengan jaani yang merupakan bentuk singular bagi satuan laki-laki atau bentuk mufrad mudzakkara sebagai pembuat kejahatan atau isim fa’il.
Adapun sebutan pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah, yang artinya dia (wanita) yang telah berbuat dosa. Orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan si jaani atau si jaaniah atau mereka yang terkena dampak dari perbautan si pelaku dinamai mujnaa alaih atau korban.
Dr. Abdul Kadir audah dalam kitabnya At-Tasyri Al Jina’I Al Islamy menjelaskan arti kata jinayah sebagai berikut :
"Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan Syara’, baik perbuatan terebut mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda".
Jadi, pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah oleh Syara’. Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda.
Menurut aliran (mazhab) Hanafi, ada pemisahan dalam pengertian jinayah ini. Kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan jiwa saja, seperti melukai atau membunuh. Adapun perbuatan dosa atau perbuatan salah yang berkaitan dengan objek atau sasaran barang atau harta benda, dinamakan ghasab. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayah, yang hanya membahas kejahatan atau pelanggaran terhadap jiwa atau anggota badan. Jadi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan terhadap benda diatur pada bab tersendiri.
Adapun aliran atau mazhab lain, seperti aliran Asy-Syafi’I, Maliki, dan Ibnu hambal, tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda (pencurian dan kejahatan terhadap harta benda lainnya). Oleh karena itu, pembahasan keduanya (kejahatan terhadap anggota badan, jiwa dan harta benda) diperoleh dalam jinayah.
Tanpa berusaha memihak aliran yang berbeda tadi, kata jinayah yang berarti perbuatan jahat, salah, atau pelanggaran sudah inklusif (mencakup) segala bentuk kejahatan, baik terhadap jiwa ataupun anggota badan. Oleh karena itu, kejahatan terhadap harta benda sexcara otomatis termasuk dalam pembahasan jinayah, tanpa perlu diadakan pemisahan dalam pembahasan di antara keduanya.
Disamping itu, pengertian jinayah pada awalnya diartikan hanya bagi semua jenis perbuatan yang dilarang saja. Jadi, melalaikan perbuatan yang diperintahkan dalam konteks pengertian tersebut bukanlah jinayah. Padahal suatu perbuatan dosa, perbuatan salah, dan sejenisnya dapat berupa perbuatan ataupun berupa meninggalkan perbuatan yang diperintahkan melakukannya. Hal ini karena pelanggaran terhadap peraturan dapat berbentuk mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang (bersifat aktif) atau meninggalkan perbuatan yang berdasarkan hukum harus dikerjakan (bersifat pasir).
Istilah yang kedua adalah jarimah. Pada dasarnya, kata jarimah mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa. Jadi, pengertian jarimah secara harfiah sama halnya dengan pengertian jinayah.
Adapun pengertian jarimah sebagai berikut:
"Larangan-larangan Syara’ (yang apabila dikerjakan) diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir."
Dalam hal ini seperti halnya kata jinayah kata jarimah pun mencakup perbuatan ataupun tidak berbuat, mengerjakan atau mencakup perbuatan ataupun tidak berbuat, mengerjakan atau meninggalkan, aktif ataupun pasir. Oleh karena itu, perbuatan jarimah bukan saja mengerjakan perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh peraturan, tetapi juga dianggap sebagai jarimah kalau seseorang meninggalkan perbuatan yang menurut peraturan harus dia kerjakan.
Abdul Qadir Audah menjelaskan masalah ini dengan mengatakan bahwa kata (larangan) seperti yang termaktub dalam definisi di atas menjelaskan sebagai berikut :
"Yang dimaksud dengan mahdhurat (larangan) adalah melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.”
Dari penjelasan tersebut, dapatlah kita pahami bahwa kata mahdrat mengandung dua pengertian. Pertama larangan berbuat artinya dilarang mengerjakan perbuatan yang dilarang, Kedua, larangan tidak berbuat atau larangan untuk diam artinya meninggalkan (diam) terhadap perbuatan yang menurut peraturan harus dia kerjakan. Walaupun pengertian antara jinayah dengan jarimah sukar dipisahkan, dalam pemakaian sehari-hari, kedua kata tersebut dapat kita bedakan.
Jarimah, biasa dipakai sebagai perbuatan dosa-bentuk, macam, atau sifat dari perbuatan dosa tersebut. Misalnya, pencurian, pembunuhan, perkosaan, atau perbuatan yang berkaitan dengan politik dan sebagainya. Semua itu kita sebut dengan istilah jarimah yang kemudian dirangkaikan dengan satuan atau sifat perbuatan tadi. Oleh karena itu, kita menggunakan istilah jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, jarimah perkosaan, dan jarimah politik dan bukan istilah jinayah pencurian, jinayah pembunuhan, jinayah perkosaan dan jinayah politik.
Dari uraian di atas dapat kita ambil pengertian bahwa kata jinayah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif, contoh-contoh jarimah diatas (jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sebagainya) diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, dan sebagainya. Jadi, dalam hukum positif, jarimah diistilahkan dengan delik atau tindak pidana.
Dalam hukum positif juga dikenal istilah, perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbutan yang boleh dihukum yang artinya sama dengan delik. Semua itu merupakan pengalihan dari bahasa Belanda, strafbaar feit. Dalam pemakaian istilah delik lebih sering digunakan dalam ilmu hukum secara umum, sedangkan istilah tindak pidana seringkali dikaitkan terhadap korupsi, yang dalam undang-undang biasa dipakai istilah perbuatan pidana.
Adapun dalam pemakaiannya kata jinayah lebih mempunyai arti lebih umum (luas), yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan bagi satuan perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut Fiqih Jinayah dan bukan istilah Fiqih Jarimah.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kedua istilah tersebut adalah bahwa kedua istilah tersebut memiliki kesamaan dan perbedaannya secara etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal, mempunyai arti yang sama serta ditujukan bagi perbuatan yang berkonotasi negative, salah atau dosa. Adapun perbedaannya terletak pada pemakaian, arah pembicaraan, serta dalam rangkaian apa kedua kata itu digunakan.
Post a Comment for " Pengertian Jinayah dan Jarimah"
Berikan Saran beserta komentar.