Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Analisis Terhadap Tindak Pidana Korupsi

Analisis Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Analisis Terhadap Tindak Pidana Korupsi
A. Definisi dan Dasar Hukum
Berbicara masalah korupsi, tentu hal yang sangat tidak asing lagi di telinga masayarakat Indonesia. Dari rezim sebelumnya yang sangat identik dengan korupsi dan kenyataan pada masa reformasi sekarang ini yang belum juga bisa membuat masyarakat yakin dengan hukum yang berlaku dalam negeri ini.

Banyak kasus korupsi yang terungkap, namun rasanya jauh lebih banyak lagi kasus yang belum terjamah oleh hukum. Permasalahan korupsi seakan layaknya sebuah drama yang dipertomtom kepada masyarakat. Kasus yang menyuguhkan tumbal-tumbal dari setiap kasus, belum lagi kasus-kasus besar yang bahkan belum tersentuh sedikit pun, hal ini tentu membuat geram masyarakat karena hukum seakan hanya tajam kebawah dan tumpul ke atas.

Masyarakat masih kecewa dengan penegakan hukum pada permasalahan korupsi. Pemerintah sangat identik dengan korupsi sehingga kepercayaan dari masyarakat sangat minim. Mulai dari pemerintah pusat sampai dengan pemerintahan daerah, masih jauh dari kata bersih dari korupsi. Hal ini memang sudah menjadi rahasia umum, dan juga terdapat survei yang menempatkan negara Indonesia sebagai salah satu negara yang tinggkat korupsinya sangat tinggi. Karena berbagai permasalahan yang membuat penulis tertarik mengangkat permasalahan ini, karena baik penulis masih belum mengenal sangat detils apa itu korupsi dan juga bagaimana proses dalam sistem peradilan di Indonesia sehingga banyak kasus korupsi yang dihukum namun tidak membuat pelaku jera, apalagi keprcayaan di hati masyarakat terhadap penegakan hukum itu sendiri.

Sejarah telah berbicara kepada kita selama ini. Rezim sebelumnya yang sudah berkuasa sangat lama menjadikan sebuah kekuasaan yang kemudian otoriter dan tentunya sangat erat hubungannya dengan korupsi, tentu hal ini penulis rasa sudah menjadi rahasia publik. Pada masa rezim orba yang belum ada desentralisasi kekuasaan membuat setiap kebijakan berpusat pada pemerintahan pusat sehingga seakan korupsi terkontrol dari pusat.

Kemudian yang tidak luput dari sejarah, puncaknya krisis ekomoni yang dirasakan oleh masyarakat, berbagai harga melejit naik dan membuat situasi yang rawan terjadinya kesenjangan dimana-mana. Setalah runtuhnya rezim orba dan kemudian mulainya masa reformasi, situasi ini berubah denga drastis, dengan adanya desentralisasi membuat korupsi yang terjadi menjadi jauh lebih meluas. Banyaknya korupsi sehingga mendorong pemerintah untuk membuat suatu lembaga independen khusus yang kemudia dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Prof. Dr. H. Andi Hamzah, SH, meyakatakan bahwa korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corrupstus”, yang kemudian muncul dalam bahasa Inggris “Corruption”, bahasa Belanda “Corruptie”  yang kemudian muncul juga dalam bahsa Indonesia “Korupsi” , jika kita merujuk pada kamus-kamus Indonesia-Inggris maupun Inggris-Indonesia, akan didapati bahwa arti kata korupsi ialah busuk, buruk, bejat, dapat disogok suka disuap. Jadi pada mulanya pengertian dalam arti delik terbatas pada arti penyuapan saja.

Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam bahasa Belanda disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut corruption, dalam bahasa Sansekerta didalam Naskah Kuno Negara Kertagama tersebut corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan.

Secara harfiah Korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan penyuapan, manipulasi dan perbuatan-perbuatan lainnya sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum.
Terlepas dari beberapa pengertian korupsi di atas, secara yuridis telah disebutkan pengertian korupsi yang tertuang dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, Ayat 1 disebutkan:

“Perbuatan korup diartikan sebagai tindakan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

Pasal 3 menyebutkan:
“Perbuatan 'Korup' dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara”

UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 juga memperluas sifat melawan hukum, yakni mencakup sifat melawan hukum secara formil dan materiil sekaligus. Yang dimaksud sifat melawan hukum secara formil dan materiil sekaligus adalah suatu perbuatan dinilai sebagai suatu tindak pidana dengan berdasarkan selain peraturan perundang-undangan (sebagai wujud sifat mealawan hukum secara formil) juga kenyataan bahwa ia merupakan perbuatan tercela di mata masyarakat, bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, sebagai wujud sifat melawan hukum secara materiil.
UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 memuat tiga puluh tindak pidana korupsi yang tersebar dalam tiga belas pasal. Ketiga puluh bentuk tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat diklasifikasikan dalam 7 (tujuh) jenis, yaitu :

  1. Korupsi terkait keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 dan 3)
  2. Korupsi terkait suap-menyuap (Pasal 5 ayat 1 huruf a & b, Pasal 13, Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a & b, Pasal 11, Pasal 6 ayat 1 huruf a & dan Pasal 6 ayat 2 serta Pasal 12 huruf c & d.
  3. Korupsi terkait penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, 10 huruf a sampai c)
  4. Korupsi terkait pemerasan (pasal 12 huruf e, f, dan g)
  5. Korupsi terkait perbuatan curang (Pasal 7 ayat 1 huruf a-d, Pasal 7 ayat 2 dan Pasal 12 huruf f)
  6. Korupsi terkait benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur dalam Pasal 12 huruf i
  7. Korupsi terkait gratifikasi, diakomodasi dalam Pasal 12 B jo. Pasal 12 C

Perumusan tindak pidana korupsi dalam pasal-pasal UU Tindak Pidana korupsi, dimulai dengan kata “setiap orang”, yang diberi makna orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedang yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik, merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Dengan demikian korporasi dapat menjadi subyek tindak pidana korupsi.

Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi 

  1. Tindakan seseorang atau badan hukum melawan hukum
  2. Tindakan tersebut menyalahgunakan wewenang.
  3. Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
  4. Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian Negara atau patut diduga merugikan keuangan dan  perekonomian negara.
  5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
  7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
  8. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
  9. Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut.
  10. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
  11. Dengan sengaja Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut serta membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
  12. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Dengan adanya unsur-unsur tindak pidana korupsi yang di tetapkan dalam perundang-undangan, maka setiap tindakan seseorang atau pun korporasi yang memenuhi kriteria atau rumusan delik di atas, maka kepadanya dikenakan hukuman yang sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan. Hal ini sangat perlu untuk diketahui, karena kalau unsur-unsur ini tidak terpenuhi maka pelaku yang disangkakan melakukan delik ini bisa bebas dari tuntutan jeratan hukum.

B. Korupsi dalam Konsep Hukum Materiil & Formil
Berdasarkan unsur yang telah disebutkan di atas maka ketentuan materiilnya telah termaktumkan. Perbuatan korupsi sebagai konsep hukum materiil berarti perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undnagan tentang korupsi itu sendiri atau perbuatan yang dirumuskan dalam suatu undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah yang isisnya tentang perbuatan disebut korupsi.

Barangsiapa yang menyalahi ketentuan dari makna yang dirumuskan dalam perundang-undangan itu berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum. Bahwa hukum formil adalah hukum yang ditetapkan  untuk mempertahankan atau melaksanakan hukum materiil. Hukum dalam arti formal ini disebut juga hukum acara.

Pada dasarnya, secara normatif bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes). Apabila dikaji dari pandangan doktrina, Romli Atmasasmita menekankan bahwa:

Dengan memperhatikan perkembangan tindak pidana korupsi, baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas, dan setelah mengkajinya secara mendalam, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa korupsi di Indonesia bukan merupakan kejahatan biasa melainkan sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa.

Selanjutnya, jika dikaji dari sisi akibat atau dampak negatif yang sangat merusak tatanan kehidupan bangsa Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, jelas bahwa perbuatan korupsi merupakan perampasan hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia. Mengingat bahwa tindak pidana korupsi sudah merupakan extra ordinary crime sehingga penanggulanganya pun diperlukan cara-cara yang luar biasa, sehingga dengan hanya mengandalkan hukum acara pidana (KUHAP) maka  penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi tidak akan efektif.

Dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi yaitu antara lain  :

  1. Pembuktian terbalik dalam proses peradilan tindak pidana korupsi
  2. Perluasan Alat bukti.

Pembuktian dalam kasus tindak pidana korupsi yaitu menggunakan sistem pembuktian terbalik, tentu hal ini menyimpang dari ketentuan dalam KUHAP. Pembuktian terbalik dalam proses peradilan tindak pidana korupsi yaitu menitik beratkan kepada terdakwa, dimana ia telah dianggap bersalah kecuali yang bersangkutan mampu membuktikan sebaliknya. Misalkan seorang PNS dengan bukti permulaan dan aset kekayaan yang melimpah dan tidak sesuai dengan penghasilan atau sumber pendapatan maka ia wajib membuktikan sahnya kekayaan yang diperolehnya. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 pasal 37 A dan 38 B.

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 menetapkan perluasan mengenai perolehan alat bukti yang berupa petunjuk. Menurut paragrap empat penjelasan umum undang-undang nomor 20 tahun 2001 bahwa perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti berupa petunjuk selain yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa (sebagaimana diatur dalam pasal 188 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, juga menurut pasal 26 A undang-undang nomor 20 tahun 2001 diperoleh alat bukti lain berupa :

  1. Alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu;
  2. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna.

C. Dampak Korupsi bagi Masyarakat
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001, bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara meluas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luas.

Dampak korupsi sangat terasa oleh masyarakat, berbicara masalah korupsi tentu membuat hati masyarakat bagaikan tersayat. Kerpecayaan akan hukum yang sangat rendah dan tentunya kecewa kepada pemerintah karena tidak bisa mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Penulis mengambil beberapa dampak yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi berdasarkan pendapat ahli. Berdasarkan Drs, Soejono Karmi, ak, masih terdapat beberapa dampak tindak pidana korupsi, yaitu :

  1. Merusak sistem tatanan masyarakat. Norma-norma masyarakat dirusak oleh persekongkolan yang didukung publik.
  2. Pernderitaan sebagian besar masyarakat baik dalam sektor ekonomi, administrasi, politik maupun hukum.
  3. Kehancuran ekonomi suatu negara diakibatkan tindak korupsi secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan penderitaan bagi sebagian besar masyarakat. 

D. Kesimpulan
Korupsi adalah perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang dengan cara menyogok, menyuap, menerima sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan merugikan keuangan negara dan juga perbuatanyang menguntungksn diri sendiri dan orang lain dengan cara melawan hukum.
Dampak korupsi ialah sebagaimana yng telah tertuang di dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi. Serta telah meluas sampai ke berbagai sendi dalam kehidupan bermasyarakat yang bisa disimpulkan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang sudah dianggap sebagai ektra ordinary crime.

Penanganan akan tindak pidana ini butuh peraturan khusus yang harus keluar dari ketuan dalam KUHP maupun KUHAP. Hal ini bisa dilihat pada beberapa bagian, salah satunya ialah pada hukum acaranya, yaitu dengan menggguankan sistem pembuktian terbalik.

Post a Comment for "Analisis Terhadap Tindak Pidana Korupsi"