Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun No. 6 Tahun 2014

Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun No. 6 Tahun 2014
Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun No. 6 Tahun 2014

BAB SATU

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum yang berlaku diharapkan bisa memberikan efektivitas bagi masyarakat banyak. Hukum yang digunakan dalam suatu masyarakat sangat tergantung dengan sejarah, kebiasaan dan adat setempat. Hal-hal itu mengambil peran yang sangat besar dalam penentuan hukum dalam sebuah masyarakat. Kejahatan merupakan salah satu dari fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, hal ini menyebabkan terganggunya rasa keamanaan dan ketrentaman di dalam sebuah masyarakat, berlatar dengan ini terdapatlah kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam menyelesaikan kesenjangan tersebut. Reaksi yang ditimbulkan masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku di daerah tersebut.

Daerah Aceh sebagai wilayah otonomi khusus sudah mendapatkan hak untuk menjalankan syariat islam. Keistimewaan yang didapatkan dari pemerintah pusat ini harus dimanfaatkan dan dijalankan dengan sebaik mungkin. Berdasarkan amanah Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, hukum Jinayat (hukum Pidana) merupakan bagian dari Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh.

      Khalwat ialah salah satu fenomena sosial yang sangat meresahkan masyarakat, hal ini dianggap sebagai salah satu kejahatan (Jarimah khalwat). Dalam Qanun no.6 tahun 2014, khlawat mengandung makna ialah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan Zina. Reaksi masyarakat pun sesuai dengan kebiasaan yang sering dilakukan di masyarakat setempat. Hal ini sangat miris, karena sebagai daerah yang sudah menjalankan syariat islam namun kebiasaan masyarakat dalam mengambil tindakan terhadap pelaku khalwat sangat jauh dari nilai-nilai syariat islam.

Dalam masyarakat adat Aceh terdapat hukum kebiasaan yang di tingkat gampong, atau lebih dikenal dengan istilah reusam gampong. Reaksi masyarakat yang terdapat di dalam reusam gampong terhadap pelaku khalwat sangat bertolak belakang dengan apa yang tercantum dalam Qanun. Pelaku khalwat yang tertangkap oleh masyarakat tidak diadili sesuai dengan amanat qanun jinayah. Pelaku yang tertangkap diberikan sanksi sesuai dengan reusam yang berlaku di gampong tersebut.

Perlakuan atau reaksi dari masyarakat terhadap pelaku khalwat di daerah mereka sangat tidak efektif. Pelaku yang tertangkap kebiasaannya setelah dikeroyok akan di bawa untuk diadili yang kemudian diberikan sanksi. Reaksi masyarakat terhadap pelaku khalwat yaitu dengan memberikan sanksi membayar satu atau dua ekor kambing. Kejadian ini yang membuat seakan perbuatan khalwat dibayar dengan harga dua ekor kambing dan kemudian selesai sudah prosesnya. 

    Penelitian ini berdasarkan kejadian di gampong Cot yang terletak di daerah kecamatan Darusslam kabupaten Aceh Besar. Efek yang diterima bagi para pelaku sangat tidak efektif. Kenapa dengan dilakukannya khalwat bisa muncul sanksi bayar kambing, lantas kemudia kambing tersebut malah dinikmati secara bersama oleh para pemuda gampong. Reusam ini sangat tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh para pelaku khalwat. Mengingat perbuatan khalwat adalah perbuatan yang menjadi jalan awal terjadinya perzinaan.

    Ditinjau dengan Qanun no.6 tahun 2014, dalam pasal 23 ayat 1 tentang khalwat dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 10 (sepuluh) kali atau denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau penjara paling lama 10 (sepuluh) bulan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hal inilah yang menjadi dasar atau latar belakang penulis untuk meneliti hal ini lebih lanjut.

    Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut terhadap reusam gampong yang berlaku saat ini, khususnya terhadap sanksi yang diberikan terhadap pelaku khalwat yang ditinjau dengan qanun yang berlaku saat ini. Permasalahan pada penelitian ini berpusat pada : “Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun no. 6 Tahun 2014. (Studi kasus di Gampong Cot, Kecamatan Darusslam, Kabupaten Aceh Besar)”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, penulis menarik beberapa hal yang patut untuk dikaji lebih mendalam dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana praktek dan efektivitas dari reusam gampong terhadap pelaku khalwat di Gampong Cot, Kecamatan Darusslam, Kabupaten Aceh Besar?

2. Bagaimana sudut pandang terhadap reusam gampong bagi pelaku khalwat ditinjau dari Qanun no. 6 tahun 2014 ?

3. Bagaimana penyelesaian masalah terhadap reusam gampong bagi pelaku khalwat dengan adanya Qanun no. 6 Tahun 2014 ?

C. Tujuan Penelitian

    Sebuah penelitian sudah tentu memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan penulis lakukan penelitian ini pada dasarnya untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian studi di jurusan Hukum Pidana Islam (HPI), dan secara lebih spesifik penelitian ini menitik beratkan pada beberapa inti permasalahan, antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimana praktek dan efektivitas dari reusam gampong terhadap pelaku khalwat di Gampong Cot, Kecamatan Darusslam, Kabupaten Aceh Besar?

2. Untuk mengetahui sudut pandang terhadap reusam gampong bagi pelaku khalwat ditinjau dari Qanun no. 6 tahun 2014 ?

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah terhadap reusam gampong bagi pelaku khalwat dengan adanya Qanun no. 6 Tahun 2014 ?

D. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini penulis membaca berbagai literatur yang membahas tentang qanun yang berlaku di Aceh sebagai salah satu bentuk keistemawaan yang diberikan kepada daerah otonomi khusus. Sampai dengan disusun penelitian ini, penulis belum menjumpai tema penelitian yang sama dengan yang hendak disusun.

Namun ada beberapa kajian yang dapat dijadikan rujukan ataupun perbandingan dengan penelitian yang disusun ini, terutama perbandingan pembahasan skripsi sekaligus meletakkan kekhususan dalam penelitian ini. Dengan begitu diharapkan terbentuknya kajian yang kuat dengan berbagai sumber yang sudah mengalami pengujian sebelumnya.

Diantaranya adalah penelitian karya Azahri yang berjudul “Kajian Yuridis Penanganan Kasus Khalwat Anak di bawah Umur (Studi Kasus di Banda Aceh)”  Pada karya ini membahas tentang ketentuan hukum bagi anak-anak pelaku khalwat   menurut   hukum   Islam   dan   hukum   positif   serta    prosedur penanganan kasus khalwat anak yang di atur dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003. Sebagaimana yang di atur dalam Qanun bahwa hukuman bagi pelaku khalwat adalah ‘uqubat cambuk, namun dalam hal ini yang melakukan  anak  di  bawah  umur,  maka  perlu  adanya  penangan khusus berbeda dengan orang dewasa. Mereka tidak di cambuk akan tetapi diberikan pembinaan dan hal-hal lainnya yang wajar untuk anak di bawah umur.

Kemudian penelitian ilmiah karya Epon Ekanedi yang berjudul “Eksistensi Hukuman Cambuk di Indonesia (Studi atas Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syari’at)”  dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa tentang bagaimana pelaksanaan hukum cambuk yang di berlakukan di Aceh. Adapun fokus penelitian ini ialah kajian terhadap perkembangan hukum dalam kehidupan bermasyarakat terkait pada Qanun nomor 11 tahun 2002 dan Qanun yang berkaitan dengan penerapan hukum cambuk di Aceh.

Undang-Undang Pemerintahan Aceh: Otonomi Khusus di Bidang Hukum, yang ditulis oleh Al Yasa Abu Bakar, Yogyakarta: Fakultas Syariah UIN Sunan kalijaga, 2007.Vol.41, No. 1.2007  ini juga merupakan salah satu referensi yang sedikit membantu memahami eksistensi penerapan syariah Islam di Aceh. Hal ini juga berguna untuk memberi gambaran tentang mekanisme atau bagaimana penerapan syariat Islam di Aceh, tugas dan kewenangan Mahkamah Syariah, serta pemberlakuan Syariat Islam di Aceh mengenai asas personal atau teritorial.

        Kewenangan Keuchik di Gampong Tumpok Teungoh Kota Lhokseumawe, yang ditulis oleh Dwi Putri Masitah, Sumatera Utara : Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Vol.8, No.1 Januari 2016  ini ialah salah satu referensi yang membantu memahami kewenangan Gampong dalam masyarakat Aceh. Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan syariat Islam. Dalam melaksanakan hal ini, Keuchik merupakan perwakilan dari masyarakat gampong yang diberi wewenang dan kepercayaan untuk menjalankan roda pemerintahan, menetapkan berbagai kebijakan gampong. Nah dalam hal ini juga menyangkut kewenangan keuchik dalam hal mengadili setiap kasus yang terjadi dalam wilayah kekuasannya, tidak terkecuali permasalahan yang sudah di atur di dalam Qanun Jinayah Syariat Islam. Keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang harus dijalankan. Adapun tugas dan kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Qanun No. 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong diantaranya ialah: (a).Memimpin penyelenggaraan Pemerinta-han Gampong; (b).Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam masyarakat.

        Kemudian dalam skripsi karya Siti Idaliyah yang berjudul “Tindak Pidana Khalwat Di Nanggroe Aceh Darusalam (Analisis Komparatif Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat/Mesum Dan Pasal 532-536 Tentang Pelanggaran Asusila Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).”  Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di atas, perbuatan khalwat/mesum termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam Syari’at Islam dan bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masayarakat Aceh karena perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan zina. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dianggap penting untuk membentuk Qanun tentang Larangan Khalwat/Mesum. Dengan munculnya Qanun Khalwat dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003 juga berdasarkan prinsip rakyat Aceh yang lebih mengutamakan norma-norma keislaman. Perbandingan antara aturan Qanun khalwat dalam Qanun Nomor  14 Tahun 2003 tentang Khalwat/mesum dengan pengaturan Pasal 532-536 tentang Pelanggaran Asusila dalam KUHP terletak pada ruang lingkup perkara yang diatur dan jenis hukuman yang berlaku. Ditinjau dari sudut persamaan antara tindak pidana khalwat dalam Qanun No. 14 Tahun 2003 dan KUHP Pasal 532-536 tentang Pelanggaran Asusila ini terletak pada segi tujuan pemidanaan. Sedangkan jika ditinjau dari perbedaannya  terletak pada jenis hukuman bagi pelanggar tindak pidana serta penegakan hukum Qanun tersebut.

Dari uraian kajian pustaka tersebut di atas, bahwa dapat disimpulkan sejauh ini sudah terdapat beberapa penelitian yang memfokuskan pada qanun jinayah khalwat atau pun mesum dan jenis lainnya yang sudah tercantum dalam Qanun Jinayah yang ditinjau menurut hukum positif atau dari berbagai aspek lainnya. Adapun penelitian secara khusus tentang “Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun no. 6 Tahun 2014” sejauh pengamatan penulis sampai saat ini belum pernah dikaji sebelumnya.

E. Kerangka Teoritis

    Pada bagian ini akan mengkaji bagaimana fenomena dalam masyarakat tentang permasalahan pemberlakuan qanun jinayah bagi pelaku khalwat yang telah diatur dalam Qanun no. 6 Tahun 2014 tentunya akan menilik lebih lanjut pada implikasi dengan melihat penerapan dalam gampong yang memberlakuka reusam tertentu bagi pelaku khalwat.

1. Praktek Pemberlakuan Reusam Gampong terhadap Pelaku Khalwat

Pada dewasa ini, telah diatur tentang pemberlakuan reusam gampong bagi para tindak pidana yang melakukan aksinya dalam lingkup wilayah gampong. Reusam sendiri mengandung makna Tatanan protokuler / seremonial adat istiadat dari ahli-ahli adat yang terus berjalan yang di buat di Gampong. Perumusan tatanan adat dimusyarahkan, ditulis dan menjadi keputusan bersama, seperti :

a. Pembinaan Syiar Agama/ Moral Agama

b. Kamtibmas/ Adat Isiadat / Polmas

c. Pembinaan Lingkugan Hijau dan Bersih

d. Pembinaan Bentuk-bentuk Adat

e. Aturan Adat / Bersanksi

        Setelah lahirnya UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, masalah gampong dijelaskan dalam Pasal 115, Pasal 116, dan Pasal 117. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa untuk masalah qanun gampong diatur melalui qanun kabupaten/kota tentang gampong. Setelah melihat dasar hukum dan lingkup yang bisa diadili oleh para aparatur gampong dengan memberlakukan reusam dari gampong mereka sendiri, terdapat diantaranya tentang permasalahan pembinaan syiar agama atau moral agama. Hal ini sangat berhubungan erat dengan pemberlakuan syariat islam di Aceh yang pada dewasa ini sudah memiliki dasar hukum pemberlakuan hukum yang sangat jelas, diantaranya Qanun no. 6 Tahun 2014.

      Melihat kepada fenomena dalam masyarakat gampong, hal ini sangat bertolak belakang dengan cita-cita dari pada pemerintah Aceh dalam usahanya menegakkan syariat islam di bumi serambi mekkah ini dengan menerapkan atau memberlakukannya syariat islam di Aceh. Dengan perkembangannya zaman, pengaruh yang dirasakan bukan hanya bagian positifnya saja, bahkan mungkin menurut pribadi penulis pesatnya perkembangan zaman lebih condong kepada hal yang merusak generasi muda atau dampak negatif yang ditimbulkan jauh lebih dominan.

        Fenomena dalam masyarakat yang sangat meresahkan yaitu salah satunya ialah banyaknya pelaku meusuem atau khalwat dalam pergaulan muda mudi pada generasi muda pada dewasa ini. Dan yang menjadi fokus dari peneliti ialah bagaimana reaksi masyarakat terhadap si pelaku khalwat tersebut, mengingat sudah diberlakukannya qanun syarit islam di Aceh, sudah seharusnya diterapkan serta dijalankan sesuai dengan ketentuannya, namun fenomena dalam masyarakat bertolak belakang dari apa yang telah diatur. Reaksi masyarakat dalam hal ini penerapan reusam gampong dengan memberikan sanksi berupa pembayaran dalam bentuk hewan dan kemduian kasus dianggap telah selesai. Dalam hal ini kebiasaan gampong memberikan hukuman berupa membayar dengan memnyerahkan hewan seperti kambing kepada gampong dimana tindak pidana khalwat itu dilakukan, nah pribadi penulis merasakan hal ini sangat rancu, kenapa dengan dilakukannya khalwat bisa muncul sanksi bayar kambing, lantas kemudian kambing tersebut malah dinikmati secara bersama oleh para pemuda gampong. Reusam ini sangat tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh para pelaku khalwat. Mengingat perbuatan khalwat adalah perbuatan yang menjadi jalan awal terjadinya perzinaan.

2. Reusam gampong bagi Pelaku Khalwat dengan adanya Qanun no. 6 Tahun 2014

    Dengan melihat penerapan reusam dalam gampong yang sedemikian rupa, seakan tindak yang dilakukan hanya akan selesai dengan begitu saja. Dampak yang akan dirasakan bagi pelaku malah menurut penulis sangat ringan, untuk hak ini bagaimana pemerintah berusaha dalam menerapkan syariat islam lebih menyeluruh dengan memberikan sosialisasi sampai kepada pelosok masyarakat. 

    Fenomena ini sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat gampong, memang kalau reusam atau qanun gampong juga telah memiliki kekuatan hukum seperti yang penulis paparkan diatas untuk penerapannya, nah hal ini apakah penerpan seperti memberikan hukuman kepada para pelaku khalwat hanya dengan membayar dua ekor kambing sudah sesuia dangan reusam gampong yang sebenarnya.

    Belum lagi kalau hal ini dikaitkan atau ditinjau lebih lanjut dari aspek syariat islam, dalam hal ini fokus penulis kepada Qanun no.6 tahun 2014. Bahkan dengan adanya qanun ini belum menjamin secara sepenuhnya kalau reaksi seperti yang telah diatur dalam qanun tersebut sudah efektif dengan mengahdirkan efek jera bagi pelaku dan efek relatif kepada masyarakat. Dalam hal ini harus dintajau lebih lanjut dengan meilhat parameternya dengan menggunakan straaf scoot (jenis sanksi pidana), straaf maat (bobot sanksi pidana) dan straaf modus (cara pelaksanaan pidana).

F. Metodologi Penelitian

     Dalam melakukan penelitian tentu harus mempunyai data yang akurat demi terciptanya sebuah karya ilmiah yang baik. Data yang dihasilkan dari metode penelitian akan sangat menentukan jalannya penelitian yang kemudian akan menghasilkan sebuah karya ilmiah yang layak untuk dipertanggungjawabkan, adapaun beberapa metode yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Dalam karaya ilmiah ini, metode dan pendekatan penelitian ialah dua hal sangat penting, sehingga dengan adanya metode dan pedekatan maka sebuah penelitian dapat memperoleh sebuah data yang akurat dan menjadi sebuah karya dari hasil penelitian yang diharapkan. Penulis melakukan penelitian karya ilmiah ini dengan menggunakan pendekatan sosiologis, yakni pendekatan yang melihat dan mengkaji sudut yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Jenis Penelitian

Sebuah hasil dari penelitian sangat tergantung dari metode penelitian yang dipakai, dan juga mempengaruhi hasil dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, sehingga memperoleh data yang akurat dari objek penelitian tersebut. Data yang yang dihasilkan akan menentukan hasil dari penelitian yang dilakukan. Penulis membuat penelitian karya ilmiah ini yang bersifat deskriptif analisis, yakni deskriptif pada reusam Gampong Cot, Kecamatan Darusslam, Kabupaten Aceh Besar terhadap pelaku khalwat menurut tinjauan Qanun no. 6 tahun 2014 berdasarkan fakta dan fenomena yang terjadi.

3. Sumber Data

Sumber data penelitian dibedakan menjadi dua :

a) Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber utamanya  dan data yang diperoleh tersebut dapat memberikan informasi langsung dalam penelitian. Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini dari hasil wawancara bersama keuchik dan tokoh-tokoh pemuda di Gampong Cot, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.

b) Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda  dan jenis data ini dapat dijadian sebagai pendukung data pokok atau bisa juga sumber data yang dapat memberikan data tambahan guna memperkuat data pokok atau primer. Dalam penelitian ini, penulis mengambil sumber data sekunder dari buku-buku referensi yang tentunya berhubungan dengan tema yang telah penulis angkat dalam karya ilmiah ini guna melengkapi hasil observasi yang telah ada.

4. Metode Pengumpulan Data

    Dalam mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek kajian, baik itu data primer maupun data sekunder, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a) Metode Penelitian Kepustakaan (library research)

     Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data sekunder yang merupakan penulis lakukan dengan mengumpulkan, membaca, mempelajari dan menganalisa buku-buku dan referensi-referensi dari berbagai pustaka seperti pustaka Wilayah, pustaka UIN Ar-Raniry, pustaka Syari’ah, yang berkaitan erat dengan tema pembahasan yang penulis lakukan penelitian. Terlepas dari itu, penulis juga menggunakan literatur-literatur pendukung lainnya, seperti data-data yang berhubungan yang terdapat pada situs website.

b) Metode Penelitian Lapangan (field research)

    Penelitian Lapangan (field research) yaitu kegiatan dilingkungan masyarakat tertentu baik di lembaga-lembaga dan organisasi masyarakat (sosial) meupun lembaga pemerintahan . Metode ini di peroleh dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan pada lembaga pemerintah yang memiliki wewenang di dalam Gampong Cot, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.

5. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian ini, maka penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu interview (wawancara), dan dialog.

a) Interview (wawancara)

    Metode interview adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data. Peneliti merupakan pewawancara dan sumber data adalah orang yang diwawancarai .

    Untuk mendapatkan informasi peneliti akan melakukan wawancara secara mendalam dan terbuka, sehingga informan dapat memberikan informasi data secara bebas yang kemudian dapat digali jauh terhadap yang ingin peneliti teliti.

b) Dialog

    Metode dialog adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan percakapan secara lisan antara dua orang atau lebih . Pengumpulan data dengan teknik ini penulis lakukan dengan cara berdialog langsung dengan pemuda gampong yang mengambil tindakan reusam terhadap pelaku khalwat yang terjadi di Gampong Cot, Kecamatan Darusslama, Aceh Besar.

6. Intrumen Pengumpulan Data

    Dari teknik pengumpulan data yang penulis lakukan, maka masing-masing peneliti menggunakan intrumen yang berbeda, nah untuk teknik wawancara dan dialog penulis menggunakan intrumen pulpen dan kertas untuk mencatat informasi yang disampaikan oleh informan, serta juga penulis menggunakan handphone untuk merekam hasil dari wawancara yang dilakukan.


Post a Comment for "Reusam Gampong Terhadap Pelaku Khalwat Menurut Tinjauan Qanun No. 6 Tahun 2014"